Penggelapan pajak
Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Lima unsur
pokok dalam defenisi pajak
- Iuran / pungutan
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
- Pajak dapat dipaksakan
- Tidak menerima kontra prestasi
- Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Penggelapan
pajak
Penggelapan pajak (tax
evasion) adalah tindak pidana karena merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan
obyek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum
(unlawfull), dan penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat
(inherent) pada setiap system pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi.
Begitupun penggelapan pajak mempunyai resiko terdeteksi yang inherent pula,
serta mengundang sanksi pidana badan dan denda
Mengingat pajak adalah beban –yang akan
mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal
mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk
menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan
cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari.
Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini
perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus
penggelapan pajak :
a. Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya,
omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5
milyar misalnya.
b. Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan
biaya fiktif;
c. Transaksi export fiktif,
d. Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
Jika
dianalogikan pajak dengan karcis tol, Jika melewati jalan tol namun
tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita
menghindari untuk membayar karcis tol
dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak.
Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol adalah cara
yang legal.
langkah-langkah penghematan pajak yang
dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain :
a. Memilih Bentuk usaha yang memiliki tarif
Pajak terendah
b. Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan
agar dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
c. Memilih berbagai alternatif transaksi yang
memberikan efek beban pajak terendah.
d. Memaksimalkan kredit pajak yang telah
dibayar.
Selain wajib membayar pajak atas
penghasilan yang diperoleh, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memotong
pajak yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lainnya, baik
kepada karyawan maupun kepada pihak ketiga.
Undang-undang
penggelapan pajak
Terdapat banyak bentuk dan modus penggelapan
pajak, hal tersebut tertuang dalam pasal 39 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007.
Namun salah satu bentuk tindak pidana penggelapan pajak yang sering terjadi,
diatur dalam pasal 39 ayat (1) huruf (d) UU No. 28 Tahun 2007, yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap.”Kemudian, bagi para pelaku dikenakan hukuman yang
diatur pada ayat berikutnya dalam pasal yang sama, yaitu pasal 39 ayat (2),
yang berbunyi: “Pidana sebagaimana
dimaksud ayat (1) ditambahkan 1(satu) kali menjadi 2 (dua) kali jumlah pajak
yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang atau yang tidak dibayar.” Dilihat dari hukuman yang
dijatuhkan, sesuai dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pidana
bagi pelaku penggelapan pajak lebih berorientasi pada pengembalian kerugian
pendapatan negara dan bukan kepada pidana fisik semata.
DJP sebagai otoritas pajak di Indonesia dalam melaksanakan tugasnya
mempunyai dua fungsi besar yaitu fungsi pelayanan dan fungsi penegakkan hukum.
Contoh pelayanan adalah memberikan pelayanan pendaftaran NPWP, Pengukuhan PKP,
Sosialisasi Perpajakan dan lain-lain. Selain fungsi pelayanan tersebut, DJP
juga melakukan penegakkan hukum bagi pelanggar hukum pajak:
- Penegakkan hukum ringan (Soft Law Enforcement) dikenakan atas pelanggaran yang bersifat administrasi, yaitu berupa denda dan/atau bunga (sanksi administrasi umum), misalnya telat lapor SPT tahunan Orang pribadi dikenakan denda Rp. 100.000,-
- Penegakkan hukum berat (Hard Law Enforcement) dikenakan atas tindak pidana perpajakan, sanksi yang dikenakan adalah sanksi administrasi khusus dan sanksi pidana.
Berikut ringkasan beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas tindak pidana perpajakan diantaranya:
Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.
Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
- Tidak mendaftarkan diri;
- Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
- Tidak menyampaikan SPT;
- Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
- Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
- Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
- Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
- Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
- Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan
sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda minimal
2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak yang terutang/kurang dibayar
Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana sebagaimana dimaksud (Pasal 39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalani pidana, melakukan lagi Tindak Pidana
Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :
Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana sebagaimana dimaksud (Pasal 39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalani pidana, melakukan lagi Tindak Pidana
Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :
- Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP.
- Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
(Dalam rangka mengajukan restitusi atau kompensasi atau pengkreditan
pajak), sanksi Pidana Penjara Minimal 6 Bulan Maksimal 2 Tahun dan Denda
Minimal 2 Kali Maksimal 4 Kali jumlah restitusi atau kompensasi atau pengkreditan
pajak.
Pasal 39A : Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta Denda Minimal 2 Kali Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau SSP.
Pasal 41A : Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).
Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
Pasal 39A : Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta Denda Minimal 2 Kali Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau SSP.
Pasal 41A : Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).
Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
- Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 35 ayat (1) UU KUP) jika setiap orang dengan sengaja tidak memenuhinya, diancam pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
- Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban Pasal 35A ayat (1), pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
- Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda maks. Rp800.000.000,00
- Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.
Pasal 43: Penyertaan Perbuatan Pidana,
- Ketentuan sebagaimana pasal 39 dan 39A berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan, menganjurkan, membantu melakukan tindak pidana
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Pasal 40 : Daluarsa: Tindak Pidana di Bidang Perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau sepuluh tahun sejak:
- saat terutangnya pajak,
- berakhirnya Masa Pajak,
- berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau
- berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan
Pasal 34: Rahasia Jabatan:
Pejabat dan Tenaga Ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau pekerjaannya.
Kecuali pejabat dan tenaga ahli :
Pejabat dan Tenaga Ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau pekerjaannya.
Kecuali pejabat dan tenaga ahli :
- sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau
- ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.
Sanksi karena :
- ALPA: Pidana kurungan selama-lamanya satu tahun, dan denda setinggi-tingginya Rp25.000.000,00
- SENGAJA : Pidana Penjara selama-lamanya dua tahun, dan denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,00
Pasal 36A: Pegawai Pajak yang:
terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak, menguntungkan diri sendiri, diancam dengan pidana Pasal 368 KUHP;
dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya:
terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak, menguntungkan diri sendiri, diancam dengan pidana Pasal 368 KUHP;
dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya:
- memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu,
- untuk membayar atau
- menerima pembayaran, atau
- untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
diancam dengan
pidana Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan
perubahannya.
Kasus Penggelapan Pajak Sudah Sistemik
Berulangnya kasus penggelapan pajak menandakan sistem pengawasan di tingkat
intuisi masih lemah. Pengamat kebijakan publik dari UI, Adrinof Chaniago
mengatakan bahwa yang harus dibenahi bukan hanya oknumnya, tetapi juga
sistemnya, karena kasusnya sudah sistematik.
Menurut Adrinof, Dirjen Pajak dan Bea Cukai memang potensial menjadi ajang
rawan penyelewengan. “Sistem pengawasan internalnya harus lebih ketat,”
katanya. Ia membenarkan bahwa kedua direktorat tersebut memang dapat menjadi
‘lahan basah’ bagi para pegawainya.
Modus Penyelewengan Pajak Versi Gayus
Terdakwa Gayus Halomoan Tambunan mempertanyakan langkah penyidik Polri yang
tidak menindaklanjuti keterangannya terkait modus penyelewengan di Direktorat
Jenderal Pajak. Gayus mengaku sudah menjelaskan berbagai modus yang biasa
terjadi di Ditjen Pajak.
“Padahal, jika hal itu diekspos dengan penyelidikan atau penyidikan, akan
terlihat perkara saya tidak ada apanya,” kata Gayus saat membacakan pembelaan
atau pleidoi pribadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/1/2011).
Dalam pleidoi, Gayus mengungkap enam modus penyelewengan yang berpotensi
merugikan negara. Pertama, kata dia, adanya negosiasi di tingkat pemeriksaan
pajak oleh tim pemeriksa pajak sehingga surat ketetapan pajak (SKP) tidak
mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik SKP kurang bayar maupun SKP lebih
bayar.
Kedua, negosiasi di tingkat penyidikan pajak. Saat mengungkap penyidikan
faktur pajak fiktif, kata Gayus, pengguna faktur pajak fiktif ditakut-takuti,
yakni bahwa statusnya akan diubah dari saksi menjadi tersangka. “Yang
ujung-ujungnya adalah uang sehingga status pengguna faktur pajak fiktif itu
tetap menjadi saksi,” kata dia.
Ketiga, papar Gayus, penyelewenangan fiskal luar negeri dengan berbagai
macam modus di bandara-bandara yang melayani penerbangan internasional sebelum
berlakunya UU KUP pada 1 Januari 2008. Dalam UU itu, seseorang yang bepergian
ke luar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp 2.500.000.
Keempat, lanjut Gayus, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib
pajak yang mengakibatkan permohonan tidak selesai diurus hingga jatuh tempo
selama 12 bulan sesuai Pasal 26 Ayat (1) UU No 16/2000. “Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 12 bulan, setelah keberatan pajak diterima, harus
memberi keputusan, berapa rupiah pun nilai keberatan yang diminta,” kata dia.
“Kelima, penggunaan perusahaan di luar negeri, khususnya Belanda, di mana
terdapat celah hukum pembayaraan bunga kepada perusahaan Belanda, di mana bunga
tersebut lebih dari dua tahun, maka dikenai PPh Pasal 26 nol persen. Di sini
terdapat potensi penggelapan pajak PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 26 atas biaya
bunga. Potensi kerugian dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan
rupiah,” ungkap Gayus.
Keenam, lanjut dia, “Kerugian investasi yang dibukukan
dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan
penjualan saham antarperusahaan yang diduga masih satu grup. Diduga tidak ada
transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan
nilai saham yang sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli
itu, wajib pajak tidak membayar PPh Pasal 25,” paparnya.
Dampak Yang Terjadi
Dampak positif :
• Pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui ketidakberesan dalam pemungutan pajak yang selama ini terjadi.
• Membersihkan oknum-oknum Ditjen Pajak yang tidak berkompeten dan bertanggungjawab terhadap kewajibannya.
• Memberikan kesadaran kepada wajib pajak untuk taat dalam membayar pajak.
Dampak positif :
• Pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui ketidakberesan dalam pemungutan pajak yang selama ini terjadi.
• Membersihkan oknum-oknum Ditjen Pajak yang tidak berkompeten dan bertanggungjawab terhadap kewajibannya.
• Memberikan kesadaran kepada wajib pajak untuk taat dalam membayar pajak.
Dampak Negatif :
• Dengan adanya penyelewengan dan hutang pajak tentunya dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor perpajakan, sehingga menghambat pembangunan infrastuktur.
• Penyelesaian masalah dari segi hukum terlalu berbelit-belit, sehingga masalah tersebut tidak dapat diatasi secara cepat.
• Memperburuk citra dan kinerja pemerintah khususnya pada Ditjen Pajak.
• Menghambat penyusunan RAPBN.
• Dengan adanya penyelewengan dan hutang pajak tentunya dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor perpajakan, sehingga menghambat pembangunan infrastuktur.
• Penyelesaian masalah dari segi hukum terlalu berbelit-belit, sehingga masalah tersebut tidak dapat diatasi secara cepat.
• Memperburuk citra dan kinerja pemerintah khususnya pada Ditjen Pajak.
• Menghambat penyusunan RAPBN.
REFERENSI
Mau tanya,kalau suatu perusahaan masih memasukan gaji karyawan yg sudah keluar kerja di pengeluaran keuangan perusahaan untuk laporan pajak apakah itu suatu tindakan penggelapan pajak atau laporan fiktif????
BalasHapus