Jumat, 29 April 2016

PENGGELAPAN PAJAK

Penggelapan pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak
  • Iuran / pungutan
  • Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
  • Pajak dapat dipaksakan
  • Tidak menerima kontra prestasi
  • Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah
Penggelapan pajak
Penggelapan pajak (tax evasion) adalah tindak pidana karena merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum (unlawfull), dan penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat (inherent) pada setiap system pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi. Begitupun penggelapan pajak mempunyai resiko terdeteksi yang inherent pula, serta mengundang sanksi pidana badan dan denda
Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :
a.   Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
b.   Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
c.  Transaksi export fiktif,
d.  Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
Jika  dianalogikan pajak dengan karcis tol, Jika melewati jalan tol namun tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita menghindari untuk membayar  karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak. Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol adalah cara yang legal.
langkah-langkah penghematan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain :
a.       Memilih Bentuk usaha yang memiliki tarif Pajak terendah
b.      Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan.
c.       Memilih berbagai alternatif transaksi yang memberikan efek beban pajak terendah.
d.      Memaksimalkan kredit pajak yang telah dibayar.
Selain wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lainnya, baik kepada karyawan maupun kepada pihak ketiga.

Undang-undang penggelapan pajak
Terdapat banyak bentuk dan modus penggelapan pajak, hal tersebut tertuang dalam pasal 39 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007. Namun salah satu bentuk tindak pidana penggelapan pajak yang sering terjadi, diatur dalam pasal 39 ayat (1) huruf (d) UU No. 28 Tahun 2007, yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.”Kemudian, bagi para pelaku dikenakan hukuman yang diatur pada ayat berikutnya dalam pasal yang sama, yaitu pasal 39 ayat (2), yang berbunyi: “Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) ditambahkan 1(satu) kali menjadi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang atau yang tidak dibayar.” Dilihat dari hukuman yang dijatuhkan, sesuai dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pidana bagi pelaku penggelapan pajak lebih berorientasi pada pengembalian kerugian pendapatan negara dan bukan kepada pidana fisik semata.
DJP sebagai otoritas pajak di Indonesia dalam melaksanakan tugasnya mempunyai dua fungsi besar yaitu fungsi pelayanan dan fungsi penegakkan hukum. Contoh pelayanan adalah memberikan pelayanan pendaftaran NPWP, Pengukuhan PKP, Sosialisasi Perpajakan dan lain-lain. Selain fungsi pelayanan tersebut, DJP juga melakukan penegakkan hukum bagi pelanggar hukum pajak:
  1. Penegakkan hukum ringan (Soft Law Enforcement) dikenakan atas pelanggaran yang bersifat administrasi, yaitu berupa denda dan/atau bunga (sanksi administrasi umum), misalnya telat lapor SPT tahunan Orang pribadi dikenakan denda Rp. 100.000,-
  2. Penegakkan hukum berat (Hard Law Enforcement) dikenakan atas tindak pidana perpajakan, sanksi yang dikenakan adalah sanksi administrasi khusus dan sanksi pidana.

Berikut ringkasan beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas tindak pidana perpajakan diantaranya:

Pasal 38:
Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.

Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
  • Tidak mendaftarkan diri;
  • Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
  • Tidak menyampaikan SPT;
  • Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
  • Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
  • Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
  • Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
  • Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
  • Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak  yang terutang/kurang dibayar

Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana sebagaimana dimaksud (Pasal 39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalani pidana, melakukan lagi Tindak Pidana

Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :
  • Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP.
  • Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
(Dalam rangka mengajukan restitusi atau kompensasi atau pengkreditan pajak), sanksi Pidana Penjara Minimal 6 Bulan Maksimal 2 Tahun dan Denda Minimal 2 Kali Maksimal 4 Kali jumlah restitusi atau kompensasi atau pengkreditan pajak.

Pasal 39A : Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta Denda Minimal 2 Kali Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau SSP.

Pasal 41A : Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).

Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
  • Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 35 ayat (1) UU KUP) jika setiap orang dengan sengaja tidak memenuhinya, diancam pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
  • Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban Pasal 35A ayat (1), pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
  • Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda maks. Rp800.000.000,00
  • Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.

Pasal 43: Penyertaan Perbuatan Pidana,
  1. Ketentuan sebagaimana  pasal 39 dan 39A berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari wajib pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan, menganjurkan, membantu melakukan tindak pidana
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Pasal 40 : Daluarsa: Tindak Pidana di Bidang Perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau sepuluh tahun sejak:
  • saat terutangnya pajak, 
  • berakhirnya Masa Pajak, 
  • berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau 
  • berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan
Pasal 34: Rahasia Jabatan: 
Pejabat dan Tenaga Ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau pekerjaannya.

Kecuali pejabat dan tenaga ahli :
  • sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau
  • ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.
Sanksi karena :
  1. ALPA: Pidana kurungan selama-lamanya satu tahun, dan denda setinggi-tingginya  Rp25.000.000,00
  2. SENGAJA : Pidana Penjara selama-lamanya dua tahun, dan denda setinggi-tingginya  Rp50.000.000,00
Pasal 36A: Pegawai Pajak yang:
terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak, menguntungkan diri sendiri, diancam dengan pidana Pasal 368 KUHP;

dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya:
  1. memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, 
  2. untuk membayar atau 
  3. menerima pembayaran, atau 
  4. untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, 
diancam dengan pidana Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan perubahannya.
Kasus Penggelapan Pajak Sudah Sistemik
Berulangnya kasus penggelapan pajak menandakan sistem pengawasan di tingkat intuisi masih lemah. Pengamat kebijakan publik dari UI, Adrinof Chaniago mengatakan bahwa yang harus dibenahi bukan hanya oknumnya, tetapi juga sistemnya, karena kasusnya sudah sistematik.
Menurut Adrinof, Dirjen Pajak dan Bea Cukai memang potensial menjadi ajang rawan penyelewengan. “Sistem pengawasan internalnya harus lebih ketat,” katanya. Ia membenarkan bahwa kedua direktorat tersebut memang dapat menjadi ‘lahan basah’ bagi para pegawainya.

Modus Penyelewengan Pajak Versi Gayus
Terdakwa Gayus Halomoan Tambunan mempertanyakan langkah penyidik Polri yang tidak menindaklanjuti keterangannya terkait modus penyelewengan di Direktorat Jenderal Pajak. Gayus mengaku sudah menjelaskan berbagai modus yang biasa terjadi di Ditjen Pajak.
“Padahal, jika hal itu diekspos dengan penyelidikan atau penyidikan, akan terlihat perkara saya tidak ada apanya,” kata Gayus saat membacakan pembelaan atau pleidoi pribadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/1/2011).
Dalam pleidoi, Gayus mengungkap enam modus penyelewengan yang berpotensi merugikan negara. Pertama, kata dia, adanya negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak sehingga surat ketetapan pajak (SKP) tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar.
Kedua, negosiasi di tingkat penyidikan pajak. Saat mengungkap penyidikan faktur pajak fiktif, kata Gayus, pengguna faktur pajak fiktif ditakut-takuti, yakni bahwa statusnya akan diubah dari saksi menjadi tersangka. “Yang ujung-ujungnya adalah uang sehingga status pengguna faktur pajak fiktif itu tetap menjadi saksi,” kata dia.
Ketiga, papar Gayus, penyelewenangan fiskal luar negeri dengan berbagai macam modus di bandara-bandara yang melayani penerbangan internasional sebelum berlakunya UU KUP pada 1 Januari 2008. Dalam UU itu, seseorang yang bepergian ke luar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp 2.500.000.
Keempat, lanjut Gayus, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak yang mengakibatkan permohonan tidak selesai diurus hingga jatuh tempo selama 12 bulan sesuai Pasal 26 Ayat (1) UU No 16/2000. “Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 bulan, setelah keberatan pajak diterima, harus memberi keputusan, berapa rupiah pun nilai keberatan yang diminta,” kata dia.
“Kelima, penggunaan perusahaan di luar negeri, khususnya Belanda, di mana terdapat celah hukum pembayaraan bunga kepada perusahaan Belanda, di mana bunga tersebut lebih dari dua tahun, maka dikenai PPh Pasal 26 nol persen. Di sini terdapat potensi penggelapan pajak PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 26 atas biaya bunga. Potensi kerugian dapat mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah,” ungkap Gayus.
Keenam, lanjut dia, “Kerugian investasi yang dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini dikarenakan adanya kerugian akibat pembelian dan penjualan saham antarperusahaan yang diduga masih satu grup. Diduga tidak ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual beli saham itu tidak mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya. Dengan terjadinya kerugian investasi jual beli itu, wajib pajak tidak membayar PPh Pasal 25,” paparnya.
Dampak Yang Terjadi
 
Dampak positif :
• Pemerintah dan masyarakat dapat mengetahui ketidakberesan dalam pemungutan pajak yang selama ini terjadi.
• Membersihkan oknum-oknum Ditjen Pajak yang tidak berkompeten dan bertanggungjawab terhadap kewajibannya.
• Memberikan kesadaran kepada wajib pajak untuk taat dalam membayar pajak.
Dampak Negatif :
• Dengan adanya penyelewengan dan hutang pajak tentunya dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor perpajakan, sehingga menghambat pembangunan infrastuktur.
• Penyelesaian masalah dari segi hukum terlalu berbelit-belit, sehingga masalah tersebut tidak dapat diatasi secara cepat.
• Memperburuk citra dan kinerja pemerintah khususnya pada Ditjen Pajak.
• Menghambat penyusunan RAPBN. 

REFERENSI

CYBER CRIME



CYBER CRIME
Cyber Crime adalah sebuah bentuk kriminal yang mana menggunakan internet dan komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan tindakan kriminal. Masalah yang berkaitan dengan kejahatan jenis ini misalnya hacking, pelanggaran hak cipta, pornografi anak, eksploitasi anak, carding dan masih bnyak kejahatan dengan cara internet. Juga termasuk pelanggaran terhadap privasi ketika informasi rahasia hilang atau dicuri, dan lainnya.
Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.

Cybercrime memiliki karakteristik unik yaitu :
1. Ruang lingkup kejahatan
2. Sifat kejahatan
3. Pelaku kejahatan
4. Modus kejahatan
5. Jenis kerugian yang ditimbulkan

Dari beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah penanganannya maka cybercrime diklasifikasikan :

Cyberpiracy : Penggunaan teknologi computer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
Cybertrespass : Penggunaan teknologi computer untuk meningkatkan akses pada system computer suatu organisasi atau indifidu.
Cybervandalism : Penggunaan teknologi computer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data dikomputer

Pengertian Cyber Crime Menurut Para Ahli

Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal
Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.
Girasa (2002) mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.
Tavani (2000) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu: kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.

Hacker
Hacker adalah sebutan untuk orang atau sekelompok orang yang memberikan sumbangan bermanfaat untuk dunia jaringan dan sistem operasi, membuat program bantuan untuk dunia jaringan dan komputer.Hacker juga bisa di kategorikan perkerjaan yang dilakukan untuk mencari kelemahan suatu system dan memberikan ide atau pendapat.
Macam-macam hacker:
Black Hats
Tipe yang pertama yaitu Black Hat Hacker atau sering disebut hacker hitam. Hacker hitam ini merupakan seorang hacker yang melakukan aktivitas hackingnya untuk tujuan kejahatan. Kejahatan yang dilakukannya bisa hanya berupa menjebol situs milik Anda hingga mencuri berbagai dokumen rahasia milik CIA atau organisasi pemerintahan yang lainnya. Selain itu, beberapa hacker hitam biasanya juga melakukan aksinya hanya untuk iseng dan mengusir kebosanan dengan cara masuk ke sebuah situs kemudian merusak, mengacak-acak, dan melakukan hal apapun yang mereka inginkan di situs tersebut.
Grey Hats
Kategori yang kedua adalah "Grey Hats Hackers” atau hacker abu-abu. Hacker jenis ini cukup membingungkan karena berada diantara hacker hitam dan hacker putih. Pasalnya hacker abu-abu ini biasanya memiliki tujuan yang baik seperti untuk meingkatkan keamanan sebuah jaringan, namun sayangnya mereka juga melakukan hal tersebut untuk tindakan krimal tertentu agar dapat mencapai tujuan mereka. Hacker jenis ini merupakan hacker yang harus diberikan dukungan karena secara tidak langsung mereka memiliki tujuan yang baik untuk keamanan atau yang lainnya.
White Hats
Hacker jenis terakhir yaitu White Hats Hacker atau hacker putih. Lantas, apakah yang membuat seseorang disebut hacker putih atau hacker yang baik? Secara umum, hacker merupakan seorang yang cerdas sehingga mampu menemukan bugs atau celah keamanan dalam sebuah jaringan. Maka dari itu, seorang hacker akan disebut baik apabila setelah menemukan celah keamanan tersebut, ia langsung memberitahukannya kepada sang developer tentang hal tersebut sehingga developer tersebut akan segera membetulkannya. Para hacker putih ini tentunya akan dikenal sebagai para pakar keamanan internet dibanding para hacker hitam yang dikenal sebagai penjahat internet.

Undang-undang Cyber Crime
         Undang-Undang Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber untuk menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab yang dengan sengaja dan tanpa hak  mengakses informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan , melakukan tindakan kebohongan yang merugikan orang lain,  penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik dan dapat menjadi sebuah payung hukum bagi seluruh masyarakat pengguna teknologi informasi untuk mencapai sebuah kepastian hukum.

Kasus cyber crime
          Perjudian online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan instan. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.

analisa:
Dari kasus tersebut bisa di analisa bahwa masalah ini, dari diri pribadi harus lebih dipertebal keimanan diri seseorang, sehingga nantinya dapat menjauhi hal-hal yang bersifat haram seperti Judi ini.
Untuk dari segi IT, Website-website yang mengandung unsur-unsur perjudian, pornografi, harus segera di blok oleh pemerintah.


REFERENSI :